Sabtu, 04 Mei 2013

PROSEDUR PEMBUATAN BATERAI DARI KULIT PISANG


Proses pembuatan baterai dari kulit pisang

Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Kulit buah pisang ( Musa paradisiaca )
Dalam penelitian ini, kulit pisang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan baterai ramah lingkungan.
b. Sediakan baterai primer bekas ( merk ABC, alkalin dan sejenisnya )
2. Alat
Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian :
a. Peralatan batu baterai dari kulit pisang :
1. Pisau
2. Gunting
3. Talenan (alas dari kayu)
4. Sebuah lidi
b. Peralatan untuk Uji performa
Jam dinding

Metode Pembuatan Batu Baterai
Metode pembuatan batu baterai yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode sederhana. Tujuannya agar cara ini dapat ditiru oleh masyarakat.
Langkah-langkah pembuatan batu baterai adalah sebagai berikut :
- siapkan baterai bekas yang sudah tidak terpakai. Baterai ini dapat dapat kita peroleh dari limbah baterai yang banyak banyak dibuang di sekitar lingkungan masyarakat.
- siapkan kulit pisang yang sudah disediakan sebelumnya
- pertama potong kulit pisang tersebut menjadi kecil-kecil.
- buka tutup baterai yang ada diatas dengan gunting secara hati-hati agar tempatnya tidak rusak
- bersihkan serbuk karbon yang ada di dalam baterai dengan hati-hati agar batang karbon tersebut tidak rusak/patah
- isikan kulit pisang yang telah dipotong kecil-kecil tadi ke dalam baterai dengan manggunakan lidi dan sisahkan sedikit karbon sebagai kutub positif
- tutup baterai dengan tutup baterai yang telah kita buka tadi

Pengujian
Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat elektronik yang memerlukan baterai primer. Contohnya dengan menggunakan jam dinding.

Rabu, 13 Februari 2013

kromatrografi lapis tipis


KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A.    PENGERTIAN
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fitokimia, yang terdiri atas bahan berbutir-butir, ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

Dalam KLT hanya membutuhkan penjerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit dan noda-noda yang terpisahkan dilokalisir pada plat seperti pada lembaran kertas. Bila dibandingkan dengan kromatografi kertas, metode lapisan tipis mempunyai keuntungan yang utama, yaitu membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh pemisahan yang lebih baik (Sastrohamidjojo,1985).
Penjerap yang umum digunakan dalam KLT ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel GF atau silika gel GF 254 merupakan silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi (Stahl, 1985).
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Selain fase diam atau penyerap dan fase gerak, dalam KLT penjenuhan juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Tingkat kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai pengaruh yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram (Stahl, 1985).
Eluasi (disebut juga elusi atau pengembangan) ialah proses merambatnya cairan rambat dari permukaan sampai ia mencapai batas rambat. Butir-butir halus dari silika gel menyebabkan cairan dapat menyusup naik melalui celah-celah yang terdapat di antara butir-butir silika gel. Jadi dapat dikatakan bahwa cairan merambat ke atas pada lapisan silika gel karena adanya gaya kapiler (Sutrisno, 1986).
Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa dan warna kromatogram. Deteksi paling sederhana adalah jika suatu senyawa menunjukkan penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi sekitar 254 nm) atau jika senyawa tersebut dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau panjang (365 nm). Jika dengan cara itu tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi reaksi kimia, pertama tanpa dipanaskan kemudian jika diperlukan dengan pemanasan (Stahl, 1985).





B.     PRINSIP KERJA
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.

C.     VISUALISASI
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi. Tahapan ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang di uji. Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini dilarutkan dalam larutan butanol.
Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. 

Adapun manfaat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu :
1.          Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa obat.
2.          Pemeriksaan simplisia hewan dan tanaman.
3.    Pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat.
4.    Penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawa obat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatrografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :
1.     Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2.    Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya.
3.    Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
4.    Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak
5.    Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang digunakan
6.    Teknik percobaan, Arah dalam mana pelarut bergerak di atas plat.
7.    Jumlah cupilkan yang digunakan, Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan.
8.    Suhu, Pemisahan-pemisahan sebaiknya dilakukan pada suhu tetap,
9.    Kesetimbangan, Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut.



sumber informasi :