KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS
A. PENGERTIAN
Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) adalah metode pemisahan fitokimia, yang terdiri atas bahan
berbutir-butir, ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan
berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam
bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak),
pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa
yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Dalam KLT hanya membutuhkan penjerap dan cuplikan dalam jumlah yang sedikit dan
noda-noda yang terpisahkan dilokalisir pada plat seperti pada lembaran kertas.
Bila dibandingkan dengan kromatografi kertas, metode lapisan tipis mempunyai
keuntungan yang utama, yaitu membutuhkan waktu yang lebih cepat dan diperoleh
pemisahan yang lebih baik (Sastrohamidjojo,1985).
Penjerap yang umum digunakan dalam KLT ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur,
selulosa dan turunannya, poliamida dan lain-lain. Silika gel GF atau silika gel
GF 254 merupakan silika gel dengan pengikat dan indikator fluoresensi (Stahl,
1985).
Fase gerak ialah medium angkut dan
terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Ia bergerak di dalam fase diam, yaitu
suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Selain fase diam atau penyerap
dan fase gerak, dalam KLT penjenuhan juga merupakan faktor penting yang perlu
diperhatikan. Tingkat kejenuhan bejana dengan uap pelarut pengembang mempunyai
pengaruh yang nyata pada pemisahan dan letak bercak pada kromatogram (Stahl,
1985).
Eluasi (disebut juga elusi atau pengembangan) ialah proses merambatnya cairan
rambat dari permukaan sampai ia mencapai batas rambat. Butir-butir halus dari
silika gel menyebabkan cairan dapat menyusup naik melalui celah-celah yang
terdapat di antara butir-butir silika gel. Jadi dapat dikatakan bahwa cairan
merambat ke atas pada lapisan silika gel karena adanya gaya kapiler (Sutrisno,
1986).
Terdapat berbagai kemungkinan untuk deteksi senyawa dan warna kromatogram.
Deteksi paling sederhana adalah jika suatu senyawa menunjukkan penyerapan di
daerah UV gelombang pendek (radiasi sekitar 254 nm) atau jika senyawa tersebut
dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang pendek dan atau panjang (365
nm). Jika dengan cara itu tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi
reaksi kimia, pertama tanpa dipanaskan kemudian jika diperlukan dengan
pemanasan (Stahl, 1985).
B. PRINSIP
KERJA
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan
kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang
ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka
sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
C.
VISUALISASI
Proses berikutnya dari kromatografi lapis tipis adalah tahap visualisasi. Tahapan ini sangat penting karena diperlukan suatu keterampilan dalam memilih metode yang tepat karena harus disesuaikan dengan jenis sampel yang sedang di uji.
Salah satu yang dipakai adalah penyemprotan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin (2,2-Dihydroxyindane-1,3-dione) adalah suatu
larutan yang akan digunakan untuk mendeteksi adanya gugus amina. Apabila pada sampel terdapat gugus amina maka
ninhidrin akan bereaksi menjadi berwarna ungu. Biasanya padatan ninhidirn ini
dilarutkan dalam larutan butanol.
Nilai Rf
Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu, diperlukan suatu perhitungan tertentu
untuk memastikan spot yang terbentuk memiliki jarak yang sama walaupun ukuran
jarak plat nya berbeda. Nilai perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini
digunakan sebagai nilai perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat
retensi suatu komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut
faktor retensi. Nilai Rf dapat dihitung dengan rumus berikut :
Rf = Jarak yang ditempuh
substansi/Jarak yang ditempuh oleh pelarut
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula
jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel
yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila
senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis.
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama maka
senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
Adapun manfaat dari Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) yaitu :
1.
Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian
senyawa obat.
2.
Pemeriksaan simplisia hewan dan
tanaman.
3. Pemeriksaan komposisi dan komponen
aktif sediaan obat.
4. Penentuan kualitatif masing-masing
senyawa aktif campuran senyawa obat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan
noda dalam kromatrografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia
dari senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat
aktivitasnya.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan
penyerap.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase
bergerak
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana
bejana pengembangan yang digunakan
6. Teknik percobaan, Arah dalam
mana pelarut bergerak di atas plat.
7. Jumlah cupilkan yang digunakan,
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan.
8. Suhu, Pemisahan-pemisahan sebaiknya
dilakukan pada suhu tetap,
9. Kesetimbangan, Ternyata bahwa
kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi, hingga
perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut.
sumber informasi :